Thursday, July 15, 2010

Stop Aborsi!!









Aborsi atau gugur kandungan ( bahasa Latin : abortus ) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat ( hidup ) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah berikut ini digunakan untuk membedakan aborsi:

Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:

Therapeutic abortion : pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
Eugenic abortion : pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
Elective abortion : pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.

Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan aborsi tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi.
Tindakan aborsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ) di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. Menurut KUHP, aborsi merupakan:
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai ( 38-40 minggu ).
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan ( berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu ).Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.


Resiko kesehatan dan keselamatan fisik



Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, yaitu:

 Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
 Rahim yang sobek ( Uterine Perforation ).
 Kerusakan leher rahim ( Cervical Lacerations ) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
 Kanker payudara ( karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita ).
 Kanker indung telur ( Ovarian Cancer ).
 Kanker leher rahim ( Cervical Cancer ).
 Kanker hati ( Liver Cancer ).
 Kelainan pada placenta/ari-ari ( Placenta Previa ) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.
 Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy ).
 Infeksi rongga panggul ( Pelvic Inflammatory Disease ).
 Infeksi pada lapisan rahim ( Endometriosis ).


Resiko kesehatan mental

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” ( Sindrom Paska-Aborsi ) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).


Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini :

 Kehilangan harga diri ( 82% ).
 Berteriak-teriak histeris ( 51% ).
 Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi ( 63% ).
 Ingin melakukan bunuh diri ( 28% ).
 Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang ( 41% ).
 Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual ( 59% ).


Meningkatkan Resiko Kanker Payudara


Tindakan aborsi memang memiliki banyak risiko. Salah satunya, meningkatkan risiko kanker payudara tiga kali lipat. Hal itu menurut tim peneliti dari University of Colombo di Sri Lanka.Faktor lain yang juga memengaruhi meningkatnya risiko kanker payudara adalah menopause dan merokok. Penelitian yang dipublikasi dalam Journal Cancer Epidemiology ini merupakan penelitian terbaru yang menunjukkan hubungan antara aborsi dan kanker payudara.
Penelitian ini merupakan pengujian epidemologi keempat yang melaporkan hubungan penelitian ini di China, Turki dan Amerika Serikat. Hasil kesimpulan penelitian pun tidak jauh berbeda.
Tetapi, penelitian ini masih harus disempurnakan. Karena, ada kemungkinan sampel yang digunakan rusak secara statistik. "Ini penelitian kecil yang hanya melibatkan beberapa ratus orang. Jadi, secara statistik ada kemungkinan sampel rusak. Penelitian yang lebih besar, pada ribuan wanita menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan," kata Dr Kat Arney, Manajer Informasi dari Cancer Research UK, seperti dikutip dari Daily Mail. grave harm.’
Meskipun begitu, menurut tim peneliti dari "Royal College of Obstetricians and Gynaecologists", telah mengakui kemungkinan ada hubungan antara kanker payudara dan aborsi. Tetapi, sebagian besar profesional medis di Inggris tetap tidak yakin.
Di balik pertentangan tersebut kalangan medis menyarankan bagi wanita yang melakukan aborsi, sebaiknya memang harus memiliki alasan kuat. Lalu, pastikan tindakan aborsi dilakukan oleh kalangan media yang kompeten. Hal ini untuk menghindari efek negatif jangka panjang.Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.


Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu

Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu diperbaiki/dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
Perdarahan
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.


Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar.
Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan cara mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.



Pelekatan pada kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.



Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.



Lain-lain

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin: Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.Apapun jenis dan macam cacat fisik tersebut.

Bagaimanapun juga,yang namanya aborsi jangan sampai dilakukan,karena dapat mengancam nyawa ibu dan sang calon anak.Gitu aja sih yang bisa aku share.

Dari : berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons